Sabtu, 07 Juli 2012

PUISI...

Apa yang kan kutulis
Aku tak tahu harus menulis apa
Apakah A
Apakah B
                                                                                           Apakah C
Atau apa?
Aku bukan pujangangga
Aku juga bukan penyair
Aku hanya manusia tanpa nama
Tanpa jabatan dan kehormatan

Aku masih tak tahu harus menulis apa
Apakah harapan
Apakah tujuan
Apakah mimpi
Atau hanya Ilusi
Aku bukan barang yang dijual
Aku juga bukan sampah yang terlantar
Aku hanya manusia bersimbah dosa
Meminta ampun pada yang kuasa

Lagi, aku masih belum tahu apa yang akan kutulis
Aku sudah memegangnya
Pensil tercantik yang pernah kubeli
Tapi apa yang bisa kutulis
Garis lurus
Bulatan bulatan
Segitiga
Atau kata kata indah yang masuk akal
Aku tak tahu dan tak ingin tahu.
Oleh : Dewi R

Selasa, 03 Juli 2012

Fanfiction

Panggil aku Oppa...
Dia mulai memejamkan matanya dengan tetesan air mata terakhir yang pernah kulihat. Senyum itu tak kan pernah kulupakan.
Tuhan adakah kehidupan baru untuk kami disana nanti dengan cinta tulus nan abadi?
_END_
Penggalan novel yang baru selesai ditulis oleh Karra. Baginya novel itu masih butuh banyak perbaikan dan dia butuh bantuan seorang editor.
“Minhyun ssi, maukah kau membantuku memperbaiki tulisanku?”
“anio..” jawaban yang amat menyiksa untuk Karra.
“satu kali ini saja, bantulah aku, jeballl!” pinta Karra memelas di depan Minhyun.
“syiroyo, aku bilang aku tidak mau membantumu.” Jawab Minhyun sambil berkacak pinggang dan menggertak Karra. Gerakkan itu membuat Karra mundur satu langkah dan meneteskan air mata, Karra berlari meninggalkan Minhyun.
                Karra duduk di sebuah bangku di tengah taman sekolah sambil mengusap air matanya dengan tissue. Tapi rasanya seberapa banyak tissue yang dia gunakan tetap tidak membantu karena air matanya terus mengalir. Hampir 2 tahun sudah Karra menderita seperti itu, cintanya pada Minhyun selalu berakhir menyedihkan. Karra selalu memuja Minhyun, tapi Minhyun selalu menganggap Karra adalah yeoja pabbo dan tak pantas untuk dicintai. Dan hari ini Karra sadar bahwa dia harus mengakhiri semua itu dan melupakan cintanya pada Minhyun.
Pagi itu Karra membawa tulisannya kembali ke ruang redaksi sekolah. Disana hanya ada beberapa orang yang sibuk dengan kegiatannya masing masing. Karra celingukan mencari seseorang dalam ruangan itu hingga akhirnya dia menemukan 2 sosok tampan di barisan paling pojok. Mereka duduk berdampingan sambil memilah kertas yang bertumpukan di depan meja mereka. Karra berjalan lurus ke arah mereka sambil tersenyum, senyum itu seperti senyum kemenangan yang ditujukan untuk Minhyun. ‘lihatlah aku Minhyun ssi, aku sudah melupakanmu dan aku sekarang membencimu’ itulah jeritan hati Karra saat dia berada tepat di depan Minhyun dan Yungmin.
“annyong haseyo...” sapa Karra lembut.
“mau apa kau kesini lagi?” tanya Minhyun sinis. Tapi Karra tidak menghiraukan dan berjalan ke arah Yungmin.
“annyong haseyo Yungmin ssi ,?” sapa Karra pada Yungmin dengan manis hingga membuat Minhyun melongo kaget begitu juga dengan Yungmin.
“Ne Annyong, . Ada yang bisa saya bantu?” tanya Yungmin ramah.
Karra menyodorkan print out tulisan yang ada ditangannya. Dan Yungmin menyambutnya dengan baik.
“saya tahu Yungmin ssi editor majalah sekolah, jadi bisakah membantu saya memperbaiki tulisan saya ini?”
Dengan ekspresi terkejut dan semangat Yungmin menjawab.
“kau yang menulis ini.jeongmalyo??? Wah hebat, dengan senang hati aku akan membantumu.” Yungmin kembali tersenyum.
“kamsahamnida,Yungmin ssi satu satunya editor yang paling baik dari 2 editor yang ada disini.”
Tanpa mereka sadari, sedari tadi semua yang mereka lakukan terlihat jelas oleh Minhyun. Dan kalimat terakhir Karra membuat Minhyun naik darah hingga ia bangkit berdiri  kehadapan Karra.
“waeyo? Kenapa kau minta bantuan pada Yungmin, disini editor terbaiknya itu aku. Kenapa tidak minta bantuan padaku?” Mata Minhyun mulai melotot dan menatap tajam kedalam mata Karra. Itu membuat jantung Karra berdebar hebat hingga ia memutuskan untuk berlari meninggalkan ruangan.
                Karra terus menggerutu dalam langkahnya menuju rumah. Dia tidak bisa berpikir apa yang sebenarnya ada dalam otak Minhyun. Cowok keparat yang selalu bikin dia nangis tiap malam.
“apa sih maunya, bukankah awalnya aku sudah minta tolong padannya dan dia menolakku dengan kasar. Tapi sekarang dia malah bilang ‘kenapa kau tidak minta bantuan padaku?’ neo pabbo gatha?” gerutu Karra pelan. Tapi suara Karra cukup bisa didengar oleh Minhyun  yang sedari tadi berjalan tepat di belakang kepalanya.
                Minhyun maju satu langkah untuk bisa berjalan disamping Karra dan dengan spontan menjitak kepala Karra hingga Karra mengaduh kesakitan.
“pabbo, neo pabbo gathayo.”
“Mwo? Naega pabbo ieyo?” tanya Karra berang sambil memegang kepalannya yang masih sakit karena ulah Minhyun.
“Ne,jeongmal pabboya.” Jawab Minhyun santai sambil tersenyum renyah.
“Lalu apa yang kau lakukan sekarang, bukankah ini lebih bodoh dari apapun. Menguntit orang dari belakang lalu tiba tiba menjitak kepala orang seenaknya?”
“yaaa.... kau tidak sopan. Aku ini lebih tua darimu, seharusnya kau memanggilku oppa dan berbicaralah lebih sopan!”
“mianhae, aku tidak mengenalmu. Jadi pergilah....” jawab Karra yakin dan melangkah lebih cepat meninggalkan Minhyun. Dengan cepat Minhyun menyusul Karra.
“geure, aku akan pergi. Tapi ada satu hal yang ingin aku katakan.”
Karra berhenti dan menatap Minhyun dengan tatapan tak suka.
“cepat katakan dan menjauh dariku!”
Minhyun menarik nafas panjang, gugup ceritanya.
“kamu telah melakukan satu kesalahan terbesar karena telah meminta tolong kepada Yungmin  dan bukan kepadaku?”
“mwo?waeyo?, bukankah waktu itu aku sudah melakukanya dan kau malah membuatku menangis?” bentak Karra dengan suara keras hingga membuat Minhyun menutup kedua telinganya dengan tangan.
“seharusnya kamu tidak menyerah sampai disitu, kamu harusnya merayuku lagi hingga aku mau!” tantang Minhyun dengan PD.nya
“ommona. Apa apaan ini, seorang namja meminta yeoja agar merayunya. Kau pikir aku tidak punya perasaan. Tidak akan lagi dan tak akan pernah terulang lagi, sudah cukup dan aku tidak akan pernah meneteskan air mata demi orang seperti kamu. pabbo....”
Yah, hari ini sepertinya Minhyun orang yang berbeda. Biasanya dia akan kesal dan membentak Karra disaat seperti itu tapi tidak hari ini. Minhyun malah tertawa bangga dan membusungkan dada seolah dia baru saja memenangkan sebuah medali emas.
 “sebegitu jahatkah aku?  Mian,hajiman... kau tetap tidak bisa minta tolong pada Yungmin dan ini, (sambil mengeluarkan print out tulisan Karra dari tasnya) aku yang akan membantumu memperbaikinya. Berterima kasihlah padaku dan baiklah aku sekarang akan pergi. annyong .” Minhyun pergi sambil tersenyum dan melambaikan tangan. Sedangkan Karra masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

***
                Karra sudah minta penjelasan pada Yungmin. Dan Yungmin hanya bilang dia tidak akan mampu menolak semua keinginan Minhyun. Pada akhirnya Minhyun lah yang selalu bertemu dengan Karra untuk menyempurnakan tulisan Karra.
“pabbo,kenapa kau membuat tokoh namja nya terlihat pabbo seperti ini.”
“waeyo? (memelototkan mata) Itukan ide yang muncul dari otakku.”
“ani, anio. Ini akan membuat kehormatan namja  turun dan tidak akan ada yang mau membacanya. Kau harus merubahnya, namja nya harus pintar dan keren!”
“oh..arasso.” Pasrah.
Dengan terpaksa Karra menghapus beberapa paragraf tulisannya dan mengganti dengan apa yang diinginkan Minhyun. Karra masih terus cemberut saat mengetik hingga Minhyun mendekatinya dan memperhatikan Karra mengetik. Baru beberapa detik Minhyun memperhatikan Karra sebelum akhirnya jatuh tersungkur tepat dihadapan Karra.
“ya Tuhan, apa yang terjadi. Minhyun ssi waeyo?” tanya Karra khawatir sambil membantu Minhyun bangkit untuk duduk di sofa. “gwencanaso?” tanyanya lagi.
“ne,gwencana. Pulanglah, aku ingin istirahat dan besok kau tidak usah kesini. Kita lanjutkan perbaikannya minggu depan.”
“arra, aku pulang. Sebaiknya kau banyak istirahat. annyong!” pamit Karra dengan rasa yang campur aduk. Dia khawatir dengan keadaan Minhyun tapi dia tidak berani untuk mengatakannya.
                Satu minggu sudah Karra tidak bertemu dengan Minhyun. Bahkan hampir 2 minggu, Minhyun tidak masuk sekolah dan Karra merasa sangat kehilangan. Siang itu Karra memutuskan untuk pergi ke rumah Minhyun meski tidak mendapat izin dari Minhyun. Tapi ini tidak seperti apa yang dibayangkan Karra. Saat Karra sampai di rumah Minhyun, bukan orang sakit yang dia temui tapi orang super menyebalkan sedang asyik minum teh. Karra sangat menyesal mengkhawatirkan orang yang bahkan keadaannya lebih baik dari dirinya sendiri.
“ow, kau datang menjengukku?” kaget tapi tetap tersenyum.
“anio, aku hanya ingin cepat menyelesaikan novelku.”
“jeongmal? Kau tidak khawatir denganku?”
“ani, bahkan aku hidup lebih bahagia tanpamu.”
“jinja? arra, kita lanjutkan perbaikannya sekarang. kajja, masuklah!”
Mereka melanjutkan perbaikan itu. Tapi lagi lagi Karra dibuat geram oleh Minhyun karena sebagian besar tulisan Karra telah dirubah oleh Minhyun.
“ hei kangkung, apa yang sudah kau lakukan pada tulisanku. Kenapa ceritanya jadi seperti ini?”
“Aigoo, kau tadi memanggilku apa. Kangkung?”
“ne, wajahmu seperti kangkung. Sekarang jelaskan apa yang sudah kau lakukan?”
“kau ingin memperbaiki tulisan itu kan, nah itulah perbaikannya.”
“ini bukan perbaikan tapi penghancuran. Kau sudah menghancurkan karyaku.” Gertak Karra marah.
“ani, lihatlah aku hanya mengubah karakter tokoh namja  dan mengganti endingnya saja.”
“tapi ending itu kan inti dari ceritanya, kalau itu kau ganti sama saja kau menghancurkannya.”
“tenanglah, semua akan berhasil. Kau tinggal menyalinnya dan menyerahkannya padaku, setelah itu novelmu akan terbit tidak lebih dari 2 minggu.”
“tidak sebelum kau mengganti ending ceritanya. Aku pulang, dan pikirkan endingnya lagi!”
Karra berlalu dari hadapan Minhyun untuk  waktu yang lama. Satu minggu sudah Karra tidak peduli dengan Minhyun, bahkan dia tidak peduli saat tahu kalau Minhyun belum juga masuk sekolah. Karra berpikir mungkin Minhyun masih egois dengan keputusannya mengganti ending ceritanya dan nanti kalau dia sudah sadar pasti akan menemuinya. Tapi hari ini lagi lagi Karra kalah dengan perasaannya sendiri, dia merasa ada yang hilang dari dirinya dan dia merindukan Minhyun. Kini Karra harus rela ngalah dan melupakan egonya untuk menang melawan Minhyun. Karena mungkin Minhyun dilahirkan untuk selalu jadi pemenang.
“annyong Yungmin ssi...”
“eh Karra, ayo duduk! Ada perlu apa?” sambil berdiri dan mempersilahkan Karra duduk.
“hari ini minhyun ssi gak masuk sekolah lagi ya?”
“ne..... (wajah memelas) Karra apa kamu ada masalah sama Minhyun?”
“sedikit, habisnya sebel sama dia. Masa novelku endingnya dirubah semua, ceritanya kan jadi beda .”
“hanya itu?”
“ne.”
“apa kamu tidak dendam atas perlakuan Minhyun ke kamu selama ini?”
“kalau aku bilang enggak berarti aku bohong. Dendamnya udah lama hilang, tapi lukanya masih terasa perih.” Sambil tersenyum luka.
“no neun saranghaneun,minhyun ssi?”
“bahkan sampai hari ini rasa itu masih tetap sama.”
“dan hari ini kau merindukannya hingga menemuiku?” tanya Yungmin yakin.
“ne,bogoshiepoyo,neomu bogoshiepo dan mengkhawatirkan keadaannya.”
“kenapa kau mencintainya?”
“jangan kau suruh aku menjelaskan itu dengan mulutku karena itu tak akan berhasil, coba kau tanya pada hatiku mungkin dia bisa menjelaskan!”
Yungmin tersenyum renyah.
“baiklah ikutlah denganku!”
***
                Mata itu mulai membuka perlahan, Karra tahu betapa Minhyun menahan rasa sakit saat itu. tapi Minhyun tak pernah mau dianggap kalah atau bahkan lemah, dia tetap tersenyum sebagai seorang pemenang.
“kau disini untuk menemuiku?” tanya Minhyun memandang Karra yang berdiri tepat di depan tempat tidurnya.
“ne.” Hanya kata itu yang harus keluar agar Karra bisa mempertahankan air matanya agar tidak keluar.
“mianhaeyo, aku belum memberikan revisi novelmu. Tapi semuanya sudah kurubah seperti yang kamu inginkan.” Dan saat itu juga Karra tak mampu menahan tangisnya, tetes demi tetes air matanya mulai jatuh. Karra mulai terisak.
“Kau menangis untukku?”
“anio.”
“jeogmalyo? Kalau begitu bisakah kau lebih mendekat kemari!” entah kenapa tanpa berpikir panjang Karra mulai mendekat ke sisi Minhyun.
Minhyun tersenyum dan mulai memandang Karra yang tertunduk dan masih bingung menahan tangisnya.
“waeyo? Kenapa kau menatapku seperti itu?”
“panggil aku Oppa!”
“syirroyo, kau bukan nae Oppa.”
“tapi aku sunbae mu...”
“arra, baiklah kau akan ku panggil Oppa saat terakhir mataku akan terpejam.”
“maksudnya?”
“kau tahu maksudnya. Aku pergi dulu, semoga kau cepat sembuh!”
Karra amat terpukul saat tahu bahwa Minhyun menderita penyakit Fahr, sejenis penyakit langka yang menyerang saraf motorik dan otak hingga menyebabkan penderitanya lumpuh dan kehilangan fungsi  motoriknya. Karra tahu saat itu Minhyun sudah mengalami kelumpuhan dan penglihatannya melemah. Tapi apa yang bisa Karra lakukan, dia hanya bisa menangis dan berharap penyakit langka yang belum ada obatnya itu segera pergi dari tubuh Minhyun.
***
                Hari itu, tepatnya hari minggu pagi yang indah. Tapi entah kenapa Karra tidak merasakan sedikitpun keindahannya. Dia menyelipkan selembar surat lengkap dengan amplop cantik berwarna biru dan berbau harum kedalam tasnya sebelum dia naik taksi menuju rumah sakit dimana Minhyun dirawat.
                Pagi itu Minhyun sedang bersama ibunya menyusuri lorong rumah sakit. Minhyun duduk di atas kursi roda dengan wajah pucat dan tak bertenaga, namun masih terpancar semangat di wajahnya. Lalu apa yang bisa ia lakukan saat itu setelah ia berpapasan dengan korban kecelakaan yang bersimbah darah dan dikenalnya sebagai Karra.
“Karra.....” nama itu lah yang muncul dari mulut Minhyun, Karra mulai dibawa ke dalam ruang ICU.
“apa yang terjadi?” sambil mengguncang lengan Yungmin yang duduk di depan kursi rodanya.
“tadi Karra akan pergi menemuimu naik taksi, tapi aku mencegahnya dan berniat mengantarnya. Tapi mobilku menabrak pohon saat aku menghindari penyebrang jalan. Entah apa yang terjadi, aku sama sekali tidak terluka tapi Karra.... aku berharap ia akan baik baik saja.” Jawab Yungmin pasrah.
Minhyun lemas dan tak sanggup berkata lagi, ia menjerit dan menangis sejadi jadinya. Ibu nya yang sedari tadi menemaninya bahkan tak kuasa melihat anaknya menangis dan ikut menangis disana. Tak lama dokter keluar.
“dimana keluarga pasien?”
“sedang menuju kemari dok.” Jawab Yungmin berusaha untuk tetap tegar.
“maaf, kami sudah berusaha tapi sekali lagi Tuhan yang menentukan hidup seseorang. Kami tidak bisa menyelamatkan nyawanya.” Dokter itu berlalu disusul oleh para suster dibelakangnya.
Syok. Semua terdiam tanpa suara. Tak pernah Minhyun bayangkan kalau Karra akan pergi terlebih dulu sebelum dirinya. Minhyun tak pernah tahu sejak kapan ia mulai mencintai Karra dan sejak kapan rasa bencinya pada Karra menghilang, yang Minhyun tahu saat itu adalah dia ingin melihat Karra kembali tersenyum dan berlari memanggil nama nya dengan antusias.
“Karra, irrona. Kau tidak boleh seperti ini, bahkan kau belum memanggilku Oppa. Kau tidak boleh pergi mendahuluiku. irrona!” memegang tangan Karra yang sudah mulai terasa dingin dan meneteskan air mata yang membasahi wajah Karra. Mungkin memang Minhyun yang menangis, tapi wajah Karra yang menjadi basah.
“ini untukmu... (Sambil menyodorkan selembar surat dengan sedikit bercak darah kepada Minhyun) Karra menitipkannya padaku untukmu.” Yungmin berlalu setelah mencium kening Karra untuk terakhir kalinya.
                Karra sudah pergi sebelum Minhyun sempat mendengar Karra memanggilnya Oppa. Minhyun mendekat pada wajah Karra dan untuk terakhir kalinya Minhyun mengecup kening Karra, lalu pipinya, dagunya dan hidungnya dengan berlinang air mata.


Surat dari Karra untuk Minhyun.
Untuk nae Oppa yang paling tampan (Minhyun)

Kau ingin kupanggil seperti itu lagi?
geurae, aku akan memanggilmu Oppa.
Oppa, Oppa dan Oppa....
Kaulah sumbaenim ku yang neomu, neomu, neomu kyeopta. Oppa, entah kenapa tiba tiba aku ingin menulis surat ini untukmu. Aku takut jika aku tak sempat memanggilmu Oppa. Tapi aku tetaplah juniormu yang paling manis dan selalu mengagumimu.
Kangkung, bisakah kau tidak marah dengan panggilan itu!!!... aku suka dengan kangkung, jadi kau juga harus menyukainya....
Oppa, gomawo atas semuanya. Cepatlah sembuh. Aku harap kau bisa menyelesaikan tulisanku dengan baik. Buatlah endingnya sebagus mungkin. Mian, SARANGHAEYO. neomu, neomu saranghae....
Sarang hasimika Oppa?”
                                                                                                                                                                                Karra
“Ne, jeogmal saranghaeyo. Karra, hari ini novelmu akan terbit. mian aku tidak bisa menghadiri launchingnya. mian aku tidak bisa membuat endingnya bahagia. Hajiman gomawoyo karena kau telah mencintaiku. Hari ini mungkin aku akan menyusulmu, karena aku merasa tak kuat lagi. Mataku terasa berat dan semua menjadi gelap. Tubuhku tak bisa digerakkan lagi, bahkan untuk mengangkat tanganpun berat. Aku sulit berbicara dan aku sulit untuk tersenyum.(dengan suara pelan dan terbata bata, intonasi suaranya tak jelas bahkan tidak bisa dimengerti) Karra, sa-r-ang-h-ae....”

Tiiiiitt.....tiiiittttttt....tiiitttt..... suara itu terdengar dari mesin yang ada disamping tempat tidur Minhyun. Matanya telah terpejam untuk selamanya.

Judul Novel : I give you smile Oppa...
Penggarang : Goo Karra
Editor : Choi Minhyun
Penyunting akhir : Kim Yungmin
Penerbit : Bunga Terakhir, Bojonegoro
Tahun terbit : 2012
Novel Karra menjadi best seller diantara karya karya terbaik anak bangsa. Karya pertama sekaligus terakhir Karra yang membuat banyak orang meneteskan air mata. Kisah Karra dan MInhyun akan selalu terkenang dalam hati pembaca novelnya.
_END_