“satu
kali ini saja, bantulah aku, jeballl!” pinta Karra memelas di depan Minhyun.
“syiroyo,
aku bilang aku tidak mau membantumu.” Jawab Minhyun sambil berkacak pinggang
dan menggertak Karra. Gerakkan itu membuat Karra mundur satu langkah dan
meneteskan air mata, Karra berlari meninggalkan Minhyun.
Karra duduk di sebuah bangku di
tengah taman sekolah sambil mengusap air matanya dengan tissue. Tapi rasanya
seberapa banyak tissue yang dia gunakan tetap tidak membantu karena air matanya
terus mengalir. Hampir 2 tahun sudah Karra menderita seperti itu, cintanya pada
Minhyun selalu berakhir menyedihkan. Karra selalu memuja Minhyun, tapi Minhyun
selalu menganggap Karra adalah yeoja pabbo dan tak pantas untuk dicintai. Dan
hari ini Karra sadar bahwa dia harus mengakhiri semua itu dan melupakan
cintanya pada Minhyun.
Pagi itu Karra membawa tulisannya kembali ke ruang redaksi sekolah.
Disana hanya ada beberapa orang yang sibuk dengan kegiatannya masing masing.
Karra celingukan mencari seseorang dalam ruangan itu hingga akhirnya dia
menemukan 2 sosok tampan di barisan paling pojok. Mereka duduk berdampingan
sambil memilah kertas yang bertumpukan di depan meja mereka. Karra berjalan
lurus ke arah mereka sambil tersenyum, senyum itu seperti senyum kemenangan
yang ditujukan untuk Minhyun. ‘lihatlah aku Minhyun ssi, aku sudah melupakanmu
dan aku sekarang membencimu’ itulah jeritan hati Karra saat dia berada tepat di
depan Minhyun dan Yungmin.
“annyong
haseyo...” sapa Karra lembut.
“mau
apa kau kesini lagi?” tanya Minhyun sinis. Tapi Karra tidak menghiraukan dan
berjalan ke arah Yungmin.
“annyong
haseyo Yungmin ssi ,?” sapa Karra pada Yungmin dengan manis hingga membuat
Minhyun melongo kaget begitu juga dengan Yungmin.
“Ne
Annyong, . Ada yang bisa saya bantu?” tanya Yungmin ramah.
Karra
menyodorkan print out tulisan yang ada ditangannya. Dan Yungmin menyambutnya
dengan baik.
“saya
tahu Yungmin ssi editor majalah sekolah, jadi bisakah membantu saya memperbaiki
tulisan saya ini?”
Dengan
ekspresi terkejut dan semangat Yungmin menjawab.
“kau
yang menulis ini.jeongmalyo??? Wah hebat, dengan senang hati aku akan
membantumu.” Yungmin kembali tersenyum.
“kamsahamnida,Yungmin
ssi satu satunya editor yang paling baik dari 2 editor yang ada disini.”
Tanpa
mereka sadari, sedari tadi semua yang mereka lakukan terlihat jelas oleh
Minhyun. Dan kalimat terakhir Karra membuat Minhyun naik darah hingga ia
bangkit berdirikehadapan Karra.
“waeyo?
Kenapa kau minta bantuan pada Yungmin, disini editor terbaiknya itu aku. Kenapa
tidak minta bantuan padaku?” Mata Minhyun mulai melotot dan menatap tajam
kedalam mata Karra. Itu membuat jantung Karra berdebar hebat hingga ia
memutuskan untuk berlari meninggalkan ruangan.
Karra
terus menggerutu dalam langkahnya menuju rumah. Dia tidak bisa berpikir apa yang
sebenarnya ada dalam otak Minhyun. Cowok keparat yang selalu bikin dia nangis
tiap malam.
“apa
sih maunya, bukankah awalnya aku sudah minta tolong padannya dan dia menolakku
dengan kasar. Tapi sekarang dia malah bilang ‘kenapa kau tidak minta bantuan padaku?’
neo pabbo gatha?” gerutu Karra pelan. Tapi suara Karra cukup bisa didengar oleh
Minhyunyang sedari tadi berjalan tepat
di belakang kepalanya.
Minhyun maju satu langkah untuk
bisa berjalan disamping Karra dan dengan spontan menjitak kepala Karra hingga
Karra mengaduh kesakitan.
“pabbo,
neo pabbo gathayo.”
“Mwo?
Naega pabbo ieyo?” tanya Karra berang sambil memegang kepalannya yang masih
sakit karena ulah Minhyun.
“Lalu
apa yang kau lakukan sekarang, bukankah ini lebih bodoh dari apapun. Menguntit
orang dari belakang lalu tiba tiba menjitak kepala orang seenaknya?”
“yaaa....
kau tidak sopan. Aku ini lebih tua darimu, seharusnya kau memanggilku oppa dan
berbicaralah lebih sopan!”
“mianhae,
aku tidak mengenalmu. Jadi pergilah....” jawab Karra yakin dan melangkah lebih
cepat meninggalkan Minhyun. Dengan cepat Minhyun menyusul Karra.
“geure,
aku akan pergi. Tapi ada satu hal yang ingin aku katakan.”
Karra
berhenti dan menatap Minhyun dengan tatapan tak suka.
“cepat
katakan dan menjauh dariku!”
Minhyun
menarik nafas panjang, gugup ceritanya.
“kamu
telah melakukan satu kesalahan terbesar karena telah meminta tolong kepada
Yungmindan bukan kepadaku?”
“mwo?waeyo?,
bukankah waktu itu aku sudah melakukanya dan kau malah membuatku menangis?”
bentak Karra dengan suara keras hingga membuat Minhyun menutup kedua telinganya
dengan tangan.
“seharusnya
kamu tidak menyerah sampai disitu, kamu harusnya merayuku lagi hingga aku mau!”
tantang Minhyun dengan PD.nya
“ommona.
Apa apaan ini, seorang namja meminta yeoja agar merayunya. Kau pikir aku tidak
punya perasaan. Tidak akan lagi dan tak akan pernah terulang lagi, sudah cukup
dan aku tidak akan pernah meneteskan air mata demi orang seperti kamu.
pabbo....”
Yah, hari ini sepertinya Minhyun orang yang berbeda. Biasanya dia akan
kesal dan membentak Karra disaat seperti itu tapi tidak hari ini. Minhyun malah
tertawa bangga dan membusungkan dada seolah dia baru saja memenangkan sebuah
medali emas.
“sebegitu jahatkah aku?Mian,hajiman... kau tetap tidak bisa minta
tolong pada Yungmin dan ini, (sambil mengeluarkan print out tulisan Karra dari
tasnya) aku yang akan membantumu memperbaikinya. Berterima kasihlah padaku dan
baiklah aku sekarang akan pergi. annyong .” Minhyun pergi sambil tersenyum dan
melambaikan tangan. Sedangkan Karra masih tak percaya dengan apa yang baru saja
terjadi.
***
Karra sudah minta penjelasan
pada Yungmin. Dan Yungmin hanya bilang dia tidak akan mampu menolak semua keinginan
Minhyun. Pada akhirnya Minhyun lah yang selalu bertemu dengan Karra untuk
menyempurnakan tulisan Karra.
“pabbo,kenapa
kau membuat tokoh namja nya terlihat pabbo seperti ini.”
“waeyo?
(memelototkan mata) Itukan ide yang muncul dari otakku.”
“ani,
anio. Ini akan membuat kehormatan namjaturun dan tidak akan ada yang mau membacanya. Kau harus merubahnya,
namja nya harus pintar dan keren!”
“oh..arasso.”
Pasrah.
Dengan terpaksa Karra menghapus beberapa paragraf tulisannya dan
mengganti dengan apa yang diinginkan Minhyun. Karra masih terus cemberut saat
mengetik hingga Minhyun mendekatinya dan memperhatikan Karra mengetik. Baru
beberapa detik Minhyun memperhatikan Karra sebelum akhirnya jatuh tersungkur
tepat dihadapan Karra.
“ya
Tuhan, apa yang terjadi. Minhyun ssi waeyo?” tanya Karra khawatir sambil
membantu Minhyun bangkit untuk duduk di sofa. “gwencanaso?” tanyanya lagi.
“ne,gwencana.
Pulanglah, aku ingin istirahat dan besok kau tidak usah kesini. Kita lanjutkan
perbaikannya minggu depan.”
“arra,
aku pulang. Sebaiknya kau banyak istirahat. annyong!” pamit Karra dengan rasa
yang campur aduk. Dia khawatir dengan keadaan Minhyun tapi dia tidak berani
untuk mengatakannya.
Satu minggu sudah Karra tidak
bertemu dengan Minhyun. Bahkan hampir 2 minggu, Minhyun tidak masuk sekolah dan
Karra merasa sangat kehilangan. Siang itu Karra memutuskan untuk pergi ke rumah
Minhyun meski tidak mendapat izin dari Minhyun. Tapi ini tidak seperti apa yang
dibayangkan Karra. Saat Karra sampai di rumah Minhyun, bukan orang sakit yang
dia temui tapi orang super menyebalkan sedang asyik minum teh. Karra sangat
menyesal mengkhawatirkan orang yang bahkan keadaannya lebih baik dari dirinya
sendiri.
“ow,
kau datang menjengukku?” kaget tapi tetap tersenyum.
“anio,
aku hanya ingin cepat menyelesaikan novelku.”
“jeongmal?
Kau tidak khawatir denganku?”
“ani,
bahkan aku hidup lebih bahagia tanpamu.”
“jinja?
arra, kita lanjutkan perbaikannya sekarang. kajja, masuklah!”
Mereka melanjutkan perbaikan itu. Tapi lagi lagi Karra dibuat geram
oleh Minhyun karena sebagian besar tulisan Karra telah dirubah oleh Minhyun.
“
hei kangkung, apa yang sudah kau lakukan pada tulisanku. Kenapa ceritanya jadi
seperti ini?”
“Aigoo,
kau tadi memanggilku apa. Kangkung?”
“ne,
wajahmu seperti kangkung. Sekarang jelaskan apa yang sudah kau lakukan?”
“kau
ingin memperbaiki tulisan itu kan, nah itulah perbaikannya.”
“ini
bukan perbaikan tapi penghancuran. Kau sudah menghancurkan karyaku.” Gertak
Karra marah.
“ani,
lihatlah aku hanya mengubah karakter tokoh namjadan mengganti endingnya saja.”
“tapi
ending itu kan inti dari ceritanya, kalau itu kau ganti sama saja kau
menghancurkannya.”
“tenanglah,
semua akan berhasil. Kau tinggal menyalinnya dan menyerahkannya padaku, setelah
itu novelmu akan terbit tidak lebih dari 2 minggu.”
“tidak
sebelum kau mengganti ending ceritanya. Aku pulang, dan pikirkan endingnya
lagi!”
Karra berlalu dari hadapan Minhyun untukwaktu yang lama. Satu minggu sudah Karra
tidak peduli dengan Minhyun, bahkan dia tidak peduli saat tahu kalau Minhyun
belum juga masuk sekolah. Karra berpikir mungkin Minhyun masih egois dengan
keputusannya mengganti ending ceritanya dan nanti kalau dia sudah sadar pasti
akan menemuinya. Tapi hari ini lagi lagi Karra kalah dengan perasaannya
sendiri, dia merasa ada yang hilang dari dirinya dan dia merindukan Minhyun.
Kini Karra harus rela ngalah dan melupakan egonya untuk menang melawan Minhyun.
Karena mungkin Minhyun dilahirkan untuk selalu jadi pemenang.
“annyong
Yungmin ssi...”
“eh
Karra, ayo duduk! Ada perlu apa?” sambil berdiri dan mempersilahkan Karra
duduk.
“hari
ini minhyun ssi gak masuk sekolah lagi ya?”
“ne.....
(wajah memelas) Karra apa kamu ada masalah sama Minhyun?”
“sedikit,
habisnya sebel sama dia. Masa novelku endingnya dirubah semua, ceritanya kan
jadi beda .”
“hanya
itu?”
“ne.”
“apa
kamu tidak dendam atas perlakuan Minhyun ke kamu selama ini?”
“kalau
aku bilang enggak berarti aku bohong. Dendamnya udah lama hilang, tapi lukanya
masih terasa perih.” Sambil tersenyum luka.
“no
neun saranghaneun,minhyun ssi?”
“bahkan
sampai hari ini rasa itu masih tetap sama.”
“dan
hari ini kau merindukannya hingga menemuiku?” tanya Yungmin yakin.
“ne,bogoshiepoyo,neomu
bogoshiepo dan mengkhawatirkan keadaannya.”
“kenapa
kau mencintainya?”
“jangan
kau suruh aku menjelaskan itu dengan mulutku karena itu tak akan berhasil, coba
kau tanya pada hatiku mungkin dia bisa menjelaskan!”
Yungmin
tersenyum renyah.
“baiklah
ikutlah denganku!”
***
Mata itu mulai membuka perlahan,
Karra tahu betapa Minhyun menahan rasa sakit saat itu. tapi Minhyun tak pernah
mau dianggap kalah atau bahkan lemah, dia tetap tersenyum sebagai seorang
pemenang.
“kau
disini untuk menemuiku?” tanya Minhyun memandang Karra yang berdiri tepat di
depan tempat tidurnya.
“ne.”
Hanya kata itu yang harus keluar agar Karra bisa mempertahankan air matanya
agar tidak keluar.
“mianhaeyo,
aku belum memberikan revisi novelmu. Tapi semuanya sudah kurubah seperti yang
kamu inginkan.” Dan saat itu juga Karra tak mampu menahan tangisnya, tetes demi
tetes air matanya mulai jatuh. Karra mulai terisak.
“Kau
menangis untukku?”
“anio.”
“jeogmalyo?
Kalau begitu bisakah kau lebih mendekat kemari!” entah kenapa tanpa berpikir
panjang Karra mulai mendekat ke sisi Minhyun.
Minhyun
tersenyum dan mulai memandang Karra yang tertunduk dan masih bingung menahan
tangisnya.
“waeyo?
Kenapa kau menatapku seperti itu?”
“panggil
aku Oppa!”
“syirroyo,
kau bukan nae Oppa.”
“tapi
aku sunbae mu...”
“arra,
baiklah kau akan ku panggil Oppa saat terakhir mataku akan terpejam.”
“maksudnya?”
“kau
tahu maksudnya. Aku pergi dulu, semoga kau cepat sembuh!”
Karra amat terpukul saat tahu bahwa Minhyun menderita penyakit Fahr,
sejenis penyakit langka yang menyerang saraf motorik dan otak hingga
menyebabkan penderitanya lumpuh dan kehilangan fungsimotoriknya. Karra tahu saat itu Minhyun sudah
mengalami kelumpuhan dan penglihatannya melemah. Tapi apa yang bisa Karra
lakukan, dia hanya bisa menangis dan berharap penyakit langka yang belum ada
obatnya itu segera pergi dari tubuh Minhyun.
***
Hari itu, tepatnya hari minggu
pagi yang indah. Tapi entah kenapa Karra tidak merasakan sedikitpun
keindahannya. Dia menyelipkan selembar surat lengkap dengan amplop cantik
berwarna biru dan berbau harum kedalam tasnya sebelum dia naik taksi menuju
rumah sakit dimana Minhyun dirawat.
Pagi itu Minhyun sedang bersama
ibunya menyusuri lorong rumah sakit. Minhyun duduk di atas kursi roda dengan
wajah pucat dan tak bertenaga, namun masih terpancar semangat di wajahnya. Lalu
apa yang bisa ia lakukan saat itu setelah ia berpapasan dengan korban
kecelakaan yang bersimbah darah dan dikenalnya sebagai Karra.
“Karra.....”
nama itu lah yang muncul dari mulut Minhyun, Karra mulai dibawa ke dalam ruang
ICU.
“apa
yang terjadi?” sambil mengguncang lengan Yungmin yang duduk di depan kursi
rodanya.
“tadi
Karra akan pergi menemuimu naik taksi, tapi aku mencegahnya dan berniat
mengantarnya. Tapi mobilku menabrak pohon saat aku menghindari penyebrang
jalan. Entah apa yang terjadi, aku sama sekali tidak terluka tapi Karra.... aku
berharap ia akan baik baik saja.” Jawab Yungmin pasrah.
Minhyun lemas dan tak sanggup berkata lagi, ia menjerit dan menangis
sejadi jadinya. Ibu nya yang sedari tadi menemaninya bahkan tak kuasa melihat
anaknya menangis dan ikut menangis disana. Tak lama dokter keluar.
“dimana
keluarga pasien?”
“sedang
menuju kemari dok.” Jawab Yungmin berusaha untuk tetap tegar.
“maaf,
kami sudah berusaha tapi sekali lagi Tuhan yang menentukan hidup seseorang.
Kami tidak bisa menyelamatkan nyawanya.” Dokter itu berlalu disusul oleh para
suster dibelakangnya.
Syok. Semua terdiam tanpa suara. Tak pernah Minhyun bayangkan kalau
Karra akan pergi terlebih dulu sebelum dirinya. Minhyun tak pernah tahu sejak
kapan ia mulai mencintai Karra dan sejak kapan rasa bencinya pada Karra
menghilang, yang Minhyun tahu saat itu adalah dia ingin melihat Karra kembali
tersenyum dan berlari memanggil nama nya dengan antusias.
“Karra,
irrona. Kau tidak boleh seperti ini, bahkan kau belum memanggilku Oppa. Kau
tidak boleh pergi mendahuluiku. irrona!” memegang tangan Karra yang sudah mulai
terasa dingin dan meneteskan air mata yang membasahi wajah Karra. Mungkin
memang Minhyun yang menangis, tapi wajah Karra yang menjadi basah.
“ini
untukmu... (Sambil menyodorkan selembar surat dengan sedikit bercak darah
kepada Minhyun) Karra menitipkannya padaku untukmu.” Yungmin berlalu setelah
mencium kening Karra untuk terakhir kalinya.
Karra sudah pergi sebelum
Minhyun sempat mendengar Karra memanggilnya Oppa. Minhyun mendekat pada wajah
Karra dan untuk terakhir kalinya Minhyun mengecup kening Karra, lalu pipinya,
dagunya dan hidungnya dengan berlinang air mata.
Surat
dari Karra untuk Minhyun.
Untuk
nae Oppa yang paling tampan (Minhyun)
Kau
ingin kupanggil seperti itu lagi?
geurae,
aku akan memanggilmu Oppa.
Oppa,
Oppa dan Oppa....
Kaulah
sumbaenim ku yang neomu, neomu, neomu kyeopta. Oppa, entah kenapa tiba tiba aku
ingin menulis surat ini untukmu. Aku takut jika aku tak sempat memanggilmu Oppa.
Tapi aku tetaplah juniormu yang paling manis dan selalu mengagumimu.
Kangkung,
bisakah kau tidak marah dengan panggilan itu!!!... aku suka dengan kangkung,
jadi kau juga harus menyukainya....
Oppa,
gomawo atas semuanya. Cepatlah sembuh. Aku harap kau bisa menyelesaikan
tulisanku dengan baik. Buatlah endingnya sebagus mungkin. Mian, SARANGHAEYO.
neomu, neomu saranghae....
Sarang hasimika Oppa?”
Karra
“Ne,
jeogmal saranghaeyo. Karra, hari ini novelmu akan terbit. mian aku tidak bisa
menghadiri launchingnya. mian aku tidak bisa membuat endingnya bahagia. Hajiman
gomawoyo karena kau telah mencintaiku. Hari ini mungkin aku akan menyusulmu,
karena aku merasa tak kuat lagi. Mataku terasa berat dan semua menjadi gelap.
Tubuhku tak bisa digerakkan lagi, bahkan untuk mengangkat tanganpun berat. Aku
sulit berbicara dan aku sulit untuk tersenyum.(dengan suara pelan dan terbata
bata, intonasi suaranya tak jelas bahkan tidak bisa dimengerti) Karra,
sa-r-ang-h-ae....”
Tiiiiitt.....tiiiittttttt....tiiitttt..... suara itu terdengar dari mesin yang
ada disamping tempat tidur Minhyun. Matanya telah terpejam untuk selamanya.
Judul Novel : I
give you smile Oppa...
Penggarang : Goo Karra
Editor : Choi Minhyun
Penyunting akhir : Kim Yungmin
Penerbit : Bunga Terakhir, Bojonegoro
Tahun terbit : 2012
Novel
Karra menjadi best seller diantara karya karya terbaik anak bangsa. Karya
pertama sekaligus terakhir Karra yang membuat banyak orang meneteskan air mata.
Kisah Karra dan MInhyun akan selalu terkenang dalam hati pembaca novelnya.